RESENSI BUKU FILOSOFI TERAS : FILSAFAT YUNANI-ROMAWI KUNO UNTUK MENTAL TANGGUH MASA KINI


Syahdan, kehadiran buku Filosofi Teras : Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini diawali ketika sang penulis Henry Manampiring a.k.a Om Piring di vonis oleh psikiater menderita penyakit Major Depressive Disorder. Hal tersebut membuat Om Piring harus ketergantungan akan obat-obatan. Selama menjalani masa pengobatan tersebut, Om Piring menemukan sebuah buku How To Be a Stoic karya Massimo Pigliucci yang pada intinya memberi pengetahuan bagaimana caranya menerapkan filfasat stoa dalam kehidupan sehari-hari. Alhasil, setelah membaca dan menerapkan gaya hidup filsafat stoa, Om Piring menemukan cara menjalankan terapi tanpa obat yang bisa di praktikan seumur hidup. Dimana saat ini filsafat stoa membantunya lebih damai, tenang, dan bisa mengendalikan emosi negatif.

Yang jadi tanya lalu, sejenis mahluk apakah filsafat stoa ini ? bagaimana bisa menyembuhkan penyakit akut zaman now seperti depresi, mudah stress, dan gampang marah ? Muasalnya sendiri filosofi stoa diciptakan oleh zeno dari citium pada periode hellenistik. Alkisah, Zeno adalah saudagar dari kepulauan ciprus yang telah lama berlayar di laut mediterania untuk menjajakan barang dagangannya. Malang, kapalnya karam dan hanya ia sendiri yang selamat. Dirinya lantas tiba di Athena dan kemudian berguru kepada para filsuf di sana hingga akhirnya ia mengajarkan filsafatnya sendiri. Zeno senang mengajarkan filsafatnya pada teras berpilar sebelah selatan agora, yaitu suatu tempat untuk berkumpulnya masyarakat Athena sambil berdagang. Teras dalam Bahasa Yunani yaitu Stoa. Karena itu ajaran zeno disebut filsafat stoa atau stoisisme.

Stoisisme alias filosofi teras menginginkan hidup dengan emosi negatif yang terkendali dan hidup dengan kebajikan (Virtue/Verte) atau hidup bagaimana kita hidup sebaik-baiknya seperti seharusnya kita menjadi manusia. Banyak dari kita akibat kemajuan teknologi dan meningkatnya kemudahan menggunakan media sosial di satu sisi membawa dampak buruk. Sering kali kita lihat saat ini perdebatan kusir, menyebar hoax, melakukan perundungan daring di media sosial menjadi realitas kehidupan sehari-hari. Membuka medsos di gawai sambil melihat teman travelling melulu hingga wisata kuliner kesana kemari terkadang membuat kita depresi. Pergi ke tempat kerja dilanda macet hingga membuat stress apalagi ketika pulang pun demikian. Beban kerja di kantor yang kian menumpuk tapi gaji tak ikut naik sehingga merasa tak cukup membeli kebutuhan pokok sehari-hari. Pada akhirnya kita merasa hidup tak bahagia dibandingkan orang lain, merasa terlalu banyak tekanan hidup, merasa hidup selalu tak berpihak kepada kita.

Filosofi teras memiliki solusi terhadap segala masalah yang terjadi diatas. Salah satu pegiat stoisisme zaman dulu yaitu Epictetus berkata begini “ada hal-hal dibawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak bergantung pada) kita”. Artinya adalah bahwa kebahagiaan muncul ketika kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan. Sebaliknya, ketidakbahagiaan justru muncul dari hal-hal yang kita rasa bisa (di bawah kendali) kita kendalikan, nyatanya tidak. Lebih lanjut dalam buku filosofi teras karya om piring didedahkan hal-hal apa saja yang bisa kita kendalikan dan tidak. Yang sudah jelas TIDAK berada di bawah kendali kita yaitu, jenis kelamin, kondisi kita saat lahir, etnis, bencana alam, cuaca, pikiran/pandangan orang lain, kekayaan, kesehatan, reputasi. Meskipun kita bisa berusaha untuk hidup sehat dan menjadi kaya raya tetapi tak akan ada seorang pun yang dapat menjamin kita selamanya bisa sehat dan kaya.

Sebagai manusia yang bisa kita kendalikan adalah pikiran kita, pendapat kita, keinginan kita, tujuan kita, dan segala sesuatu yang merupakan pikiran dan tindakan kita sendiri. Oleh karena itu, menggantungkan kepada hal-hal yang diluar kendali kita sebagai manusia adalah tidak rasional. Saat ada seseorang menghina kita, maka tak ada gunanya kita marah-marah kepada orang tersebut. Karena marah tak dapat menghindari kenyataan bahwa suatu saat dia akan menghina kembali. Karena pikiran dan tindakan orang lain diluar kendali kita. Jadi segala apapun yang diluar kendali kita seharusnya nggak ngaruh terhadap diri kita. Sehingga, jangan disalahartikan bahwa menerima keadaan atas apa yang tidak bisa kita kendalikan sama dengan pasrah, padahal tidak.

Pada akhirnya, resensi singkat ini pasti tidak memuaskan semua pembaca tetapi saya yakin setidaknya dapat menjadi awalan untuk menarik minat mempelajari filsafat stoa. Om piring juga menyajikan hasil wawancara dengan psikiater, psikolog anak, serta orang-orang yang telah mempraktikan filosofi teras. Dengan gaya bertutur yang muda dibaca disertai ilustrasi yang bagus, membuat buku ini terhindar dari stigma buku filsafat yang berat.

Tabik !

Philosopach

Comments