RESENSI BUKU PENDEKAR BAHASA


Buku Pendekar Bahasa adalah sebuah buku karya Holy Adib yang merupakan seorang pengamat bahasa dan kolumnis beritagar.id lulusan STKIP PGRI Sumatera Barat. Saat ini dirinya sedang menempuh pendidikan lanjutan di Universitas Andalas. Buku bersampul coklat yang berjumlah 174 halaman ini pertama kali diterbitkan pada November 2019 oleh penerbit BASABASI. Buku ini merupakan kumpulan tulisan Holy Adib yang telah diterbitkan oleh media massa berkenaan dengan pelbagai fenomena pernak-pernik kebahasaan di tanah air.

Julukan Pendekar Bahasa pada judul buku ini adalah istilah yang di comot Holy Adib dari buku Sendi-Sendi Ilmiah bagi Pembinaan Bahasa karangan Harimurti Kridalaksana. Harimurti menjelaskan seseorang yang meskipun latar belakang pendidikannya di luar ilmu bahasa tetapi mereka menyumbangkan pikirannya bagi kemajuan bahasa dapat dijuluki sebagai pendekar bahasa. Salah satu contohnya yaitu turut serta memadankan kata/istilah bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia.

Dunia kebahasaan tidak kalah pelik daripada dunia persilatan. Karena itu pula peran pendekar bahasa dengan jurus-jurus mautnya dihadirkan Holy Adib dalam beberapa esainya dalam buku ini demi menghadapi persoalan bahasa di tengah arus globalisasi yang menghantam masyarakat bumi pertiwi. Motivasi menulis Holy Adib tercermin dalam buku Pendekar Bahasa dengan menuangkan pemikirannya tentang penulusuran bahasa Indonesia, pencarian berbagai padanan kata, serta melakukan kritik atas sikap yang melecehkan bahasa Indonesia.

Holy Adib juga mengamati bahwa pihak-pihak yang seharusnya menjunjung tinggi bahasa Indonesia, seperti pemerintah, instansi pendidikan, yayasan/organisasi, akademisi, pegiat literasi, media massa, dan penulis justru latah menggunakan kosakata asing dalam konteks berbahasa Indonesia, seperti menamai acara, program, bangunan, dan berbagai merk dagang. Menurut Holy Adib juga sepertinya mereka mengidap penyakit xenomania bahasa. Xenomania adalah kesukaan yang berlebihan terhadap segala sesuatu yang asing. Jadi mungkin pengidap penyakit xenomania bahasa ingin mencitrakan diri mereka sebagai orang intelektual atau apa pun yang berkaitan dengan sesuatu yang menimbulkan kebanggaan diri. Padahal, apa yang mereka lakukan adalah hal yang melecehkan bahasa Indonesia.

Akhirulkalam, Sang Pendekar Bahasa bukanlah adijana dalam film-film fiksi besutan Netflix. Pendekar Bahasa juga selayaknya manusia biasa yang menjalani kehidupan sehari-hari, serta tak memiliki jurus elok di pandang, kostum kekinian, ataupun nama panggilan pahlawan. Ia hadir dengan memaknai bahasa disekitarnya dengan jurus-jurus sederhana yang mudah dipahami.

Tabik !
Philosopach
Setiap warga Indonesia sudah seharusnya menjunjung tinggi bahasa Indonesia, apa pun gelar dan jabatannya. –HolyAdib-

Comments